Agama
dan masyarakat
10.1.
Fungsi agama
Fungsi
agama dalam masyarakat dan menyebutkan dimensi komitmen agama
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh
pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figure nabi dalam
mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat
kehidupan, tentang tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila
ketuhanan yang maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasawuf. Bukti
diatas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup
yang final dan ultimate.
10.2.
Pelembagaan agama
3
tipe kaitan agama dengan masyarakat
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan 3
tipe, meskipun tidak menggambarkan secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954)
a. Masyarakat
yang terbelakang dan nilai-nilai sacral
Masyarakat tipe ini kecil,
terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh
karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan
adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya :
1. Agama
memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara
mutlak.
2. Dalam
keadaan lembagaan lain selain keluarga relative belum berkembang, agama jelas
menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara
keseluruhan. Dalam hal ini nilai-nilai agama sering meningkatkan konservatisme
dan menghalangi perubahan.
b. Masyarakat-masyarakat
praindustri yang sedang berkembang
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi,
ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama
memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini,
tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan sekular itu
sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan. Fase-fase kehidupan sosial diisi
dengan upacara-upacara tertentu. Di lain pihak, agama tidak memberikan dukungan
sempurna terhadap aktivitas sehari-hari; agama hanya memberikan dukungan
terhadap adat istiadat, dan terkadang merupakan suatu sistem yang telah
disahkan.
Pelembagaan
agama
Agama begitu universal, permanen (langgeng), dan
mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar
memahami masyarakat. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama
adalah, apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi
agama.
Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh
kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan di dalam kehidupan
sehari-hari. Terkandung makna ajaran “Kerja” dalam pengertian teologis.
Dimensi keyakinan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, namun
hubungan-hubungan antara keempatnya tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
1.
Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2.
a. Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia –
DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan
umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh
Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan
pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b.
Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
3. Hindu : Parisada
Parisada Hindu Dharma
Indonesia (disingkat PHDI) adalah majelis organisasi umat Hindu Indonesia yang
mengurusi kepentingan keagamaan maupun sosial.
PHDI yang awalnya bernama
Parisada Hindu Dharma Bali ini didirikan di pada tahun 1959 untuk
memperjuangkan agar agama Hindu menjadi agama yang diakui di Indonesia. Pada
tahun 1964, nama organisasi ini diubah menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia,
yang mencerminkan upaya-upaya selanjutnya untuk mendefinisikan Hindu tidak
hanya sebagai kepentingan Bali tetapi juga nasional.[1] Pengurus Pusat PHDI
berkedudukan di Jakarta.
4. Budha : MBI
Majelis
Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini
didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4
Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa
Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai
oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
5. Konghucu : Matakin
Majelis Tinggi
Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang
mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini didirikan
pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara.
10.3.
Agama, konflik dan masyarakat
Agama
Dan Konflik
kerusuhan dan konflik sosial telah terjadi di berbagai
kawasan di dunia. Beberapanya berskala besar dan berlangsung lama, seperti
konflik : Israel-Palestina, sengketa Kashmir, Perang Salib, Perang Bosnia, dan
Holocaust. Perang Salib mungkin adalah konflik terbesar antara umat Islam dan
Kristen yang tertoreh dalam sejarah yang tak kan pernah terlupakan. Kebencian
antara kedua pemeluk agama ini belakangan sering berakar pada peristiwa sejarah
tersebut. Meskipun potensi perbedaan dari sisi keagamaan sudah ada sebelumnya,
namun pengaruh perang salib memberikan kontribusi yang besar terhadap
ketegangan umat Islam dan Kristen.
Sebagian besar pengaruh kebudayaan Islam atas Eropa
terjadi akibat pendudukan kaum Muslim di Spanyol dan Sisilia. Berasal dari
sekelompok tentara pengintai Islam menyeberang dari Afrika Utara ke ujung
paling selatan Spanyol pada Juli 710. Laporan kegiatan mata-mata ini
menimbulkan minat baru untuk menyerang. Spanyol Islam dianggap mencapai puncak
kekuasaan dan kemakmurannya pada masa kekhalifahan Abd al-Rahman III (912 –
961). Keberadaan negara atau wilayah tidak lepas dari gerakan-gerakan politik
di dalamnya..
Gerakan politik ini pun selalu melekat pada
pemerintahan Islam di sepanjang sejarah, termasuk di Spanyol Islam.
Intrik-intrik ini membuat Spanyol Islam mengalami pasang surut. Dunia Kristen
Latin juga merasakan pengarkuh Islam melalui Sisilia. Serangan pertama ke
Sisilia terjadi pada tahun 652 di kota Sisacusa. Akan tetapi pendudukan
orang-orang Arab di Sisilia tidak berlangsung lama. Kebangkitan kembali
Kerajaan Byzantium mengakibatkan berakhirnya semua pendudukan atas
wilayah-wilayah penting. Byzantium menggandeng gereja untuk menguasai
wilayah-wilayah Islam. Peperangan dengan menggunakan atribut gereja ini
kemudian menjadi perang Kristen melawan Islam yang banyak menyita waktu.
Bila kita cermati lagi faktor utama terjadinya perang
salib, maka kita mendapatkan bahwa alasan politik dan perluasan wilayah untuk
menguasai sumber-sumber alam yang menjadi dasarnya. Hal yang sama juga terjadi
di Palestina, ketika Inggris memberikan tempat bagi bangsa Israel untuk
mendirikan negaranya di tanah Palestina. Pertambahan imigran Yahudi ke
Palestina semakin pesat karena bangsa ini mendapatkan perlakuan yang tidak
manusiawi di berbagai belahan dunia, disamping keyakinan mereka bahwa tanah
tersebut adalah janji tuhan yang diperuntukkan bagi mereka. Kedatangan ini
kemudian dimaknai sebagai agresi orang luar terhadap bangsa Palestina yang
merdeka. Pada gilirannya konflik fisik pun terjadi dengan membawa bendera agama.
Menurut saya :
Untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama perlu
dilakukan cara ini
1. Tidak membeda-bedakan sesama umat beragama, pada
dasarnya semua manusia itu sama.
2. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para
pemeluk agama yang berbeda.
3. Mengubah pandangan pendidikan agama yang menekankan
aspek sektoral menjadi pendidikan agama yang berpandangan pada pengembangan
aspek universal
4. Pembimbingan individu yang yang membentuk pribadi
yang baik.
5. Tidak bersikap egois dalam beragama.
5. Tidak bersikap egois dalam beragama.
Dikutip dari :
http://msibki3.blogspot.com/2013/04/konflik-agama-agama-di-dunia.html
http://www.elearning.gunadarma.ac.id
Comments
Post a Comment